Banyak jual beli hak atas tanah dan bangunan yg dilakukan dibawah tangan...artinya tidak dihadapan PPAT..apakah hal ini menurut Hukum jual beli yg demikian itu sah...???..marilah kita coba uraikan dan bahas permasalahan perbuatan hukum perdata diatas dengan contoh case yg pernah kita tangani.
Bahwa Penggugat adalah pemilik tanah dan bangunan SHM berdasarkan jual beli atas tanah dan bangunan antara Penggugat dengan Tergugat
Bahwa kepemilikan Penggugat berdasarkan jual beli atas tanah dan bangunan antara Penggugat dengan Tergugat dengan disertai SURAT PERSETUJUAN untuk menjual dari istri penjual
Bahwa dalam hal jual beli tersebut dilakukan dihadapan PPAT/Notaris , dan telah dilakukan pembayaran, namun karena TERGUGAT belum bisa menunjukkan SHM aslinya atas tanah tersebut dengan alasan dari TERGUGAT bahwa ”Sertifikat masih dalam proses pemecahan (Split) di Kantor Pertanahan” maka Akta Jual Beli tersebut belum ditandatangani oleh 2 (dua) orang saksi dan juga belum ditandatangani oleh PPAT/Notaris ;
Bahwa pasal 1457 BW menyebutkan jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan sesuatu barang dan pihak yang lain membayar harga yang dijanjikan; Sedangkan pasal 1458 BW menyatakan jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, segera setelah orang-orang itu mencapai kesepakatan tentang barang tersebut beserta harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar;
Bahwa memang tidak tidak tercantum tanda tangan PPAT maupun saksi, akan tetapi oleh karena telah ditandatangani oleh Penjual (Tergugat) dan Pembeli (Penggugat) dan ada persetujuan istri Tergugat, maka berdasarkan pasal 1458 BW jo pasal 36 ayat (1) UU no. 1/1974, jual beli atas tanah seluas (obyek sengketa) telah terjadi karena dengan adanya tanda tangan penjual (Tergugat) dan pembeli (Penggugat) maka diartikan diantara mereka telah terjadi kesepakatan tentang barang beserta harganya dan ada levering (penyerahan obyek dan telah dikuasai pembeli)
Bahwa meskipun pasal 37 PP no. 24 tahun 1997 menentukan, peralihan hak atas tanah harus dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT, akan tetapi hal tersebut bukanlah inti untuk terjadinya jual beli melainkan prosedur administrasi yang harus ditempuh untuk terjadinya peralihan hak (balik nama);
Bahwa guna untuk mendukung telah benar terjadinya Jual Beli atas obyek sengketa tersebut maka antara Penggugat dan Tergugat telah membuat Akta Pernyataan yang dibuat dihadapan Notaris yang pada intinya Tergugat mengakui dan membenarkan telah menjual sebagian obyek tanah dan bangunan dari SHM
Bahwa pembeli yang beritikat baik harus dilindungi oleh Undang-undang, namun akibat dari kejadian tersebut Penggugat merasa tertipu dan amat sangat dirugikan karena rumah dan tanah tersebut sudah dibeli kemudian ditempati dan dibangun oleh penggugat namun Sertifikat atas obyek sengketa tersebut masih dalam penguasaan Tergugat dan atau Pihak Lain ;
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Nama :
Kota :
Pertanyaan: