Putusan MK Tentang Pencemaran Nama Baik...
Salah
satu ancaman yang dihadapi oleh aktivis adalah jeratan hukum
yangditerapkan dengan menggunakan ketentuan hukum pidana dalam KUHP.
Pasalpasal yang sering digunakan antara lain adalah KUHP Pasal 134,
Pasal 136 bis, dan Pasal 137 tentang tindak pidana penghinaan terhadap
Presiden dan/atau Wakil Presiden; Pasal 310, Pasal 311, Pasal 315
tentang tindak pidana pencemaran nama baik; Pasal 160 dan Pasal 161
tentang tindak pidana penghasutan; Pasal 156 tentang penodaan terhadap
agama; serta Pasal 107, Pasal 154, Pasal 155, Pasal 207, dan Pasal 208
yang dikenal dengan istilah hatzai artikelen.
MK telah memeriksa dan memutus 4 (empat)
perkara terkait dengan pasal-pasal tersebut di atas, yaitu Putusan Nomor
013-022/PUU-IV/2006, yang diajukan oleh Eggi Sudjana dan Pandapotan
Lubis, Putusan Nomor 6/PUU-V/2007 yang diajukan oleh Panji Utomo,
Putusan Nomor 7/PUU-VII/2009 yang diajukan oleh Rizal Ramly, dan Putusan
Nomor 14/PUU-VI/2008 yang diajukan oleh Risang Bima Wijaya dan Bersihar
Lubis.
Dalam perkara 013-022/PUU-IV/2006,
ketentuan yang dimohonkan pengujian adalah Pasal 134, Pasal 136 bis, dan
Pasal 137 KUHP tentang penghinaan terhadap Presiden atau Wakil
Presiden. MK berpendapat bahwa pasal-pasal itu adalah pasal-pasal
penjajah yang digunakan untuk memidana rakyat jajahan dengan cara yang
sangat mudah, yaitu tuduhan menghina penguasa, sehingga rakyat dapat
ditakut-takuti, ditundukkan, dan diatur hidupnya untuk tidak melawan
penguasa. Pasal-pasal tersebut dapat menimbulkan ketidakpastian hukum
(rechtsonzekerheid) karena sangat rentan pada tafsir apakah suatu
protes, pernyataan pendapat atau pikiran merupakan kritik ataukah
penghinaan terhadap Presiden dan/atau Wakil Presiden. Pasal-pasal
tersebut menghambat hak atas kebebasan menyatakan pikiran dengan lisan,
tulisan dan ekspresi sikap karena selalu digunakan aparat hukum terhadap
tindakan unjuk rasa di lapangan. Pertimbangan yang lebih mendasar lagi
dalam putusan ini adalah: Pertama, MK berpendapat bahwa memang
diperlukan perlindungan terhadap martabat pribadi maupun kedudukan
pejabat Presiden dan Wakil Presiden, namun Pasal 134, Pasal 136 bis, dan
Pasal 137 KUHP memberikan privilege yang menyebabkan terjadinya
perbedaan kedudukan dan perlakuan yang sama di hadapan hukum. Presiden
dan Wakil Presiden tidak boleh mendapatkan privilege yang berbeda dengan
rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Kedua, jika pasal-pasal itu
dihilangkan, martabat pribadi dan pejabat Presiden dan Wakil Presiden
masih dilindungi oleh ketentuan Pasal 310 sampai Pasal 321 KUHP dan
Pasal 207 KUHP. MK menyatakan Pasal 134, Pasal 136 bis, dan Pasal 137
KUHP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum
mengikat.
Dalam
Perkara Nomor 6/PUU-V/2007, dr. R. Panji Utomo, mengajukan pengujian
Pasal 107, Pasal 154, Pasal 155, Pasal 160, Pasal 161, Pasal 207, dan
Pasal 208 KUHP. MK mengabulkan permohonan terhadap Pasal 154 dan Pasal
155 KUHP mengenai tindak pidana menyatakan perasaan permusuhan,
kebencian, atau penghinaan di muka umum terhadap Pemerintah Republik
Indonesia. MK berpendapat bahwa rumusan delik pada kedua pasal tersebut
adalah delik formal sehingga menimbulkan kecenderungan penyalahgunaan
kekuasaan karena secara mudah dapat ditafsirkan menurut selera penguasa.
Pasal 154 dan 155 KUHP juga dapat dikatakan tidak rasional, karena
seorang warga negara dari sebuah negara merdeka dan berdaulat tidak
mungkin memusuhi negara dan pemerintahannya sendiri yang merdeka dan
berdaulat, kecuali dalam hal makar. Namun, ketentuan tentang makar sudah
diatur tersendiri dalam pasal lain dan bukan dalam Pasal 154 dan Pasal
155 KUHP tersebut di atas. Rumusan kedua pasal pidana tersebut
menimbulkan kecenderungan penyalahgunaan kekuasaan karena secara mudah
dapat ditafsirkan menurut selera penguasa. Seorang warga negara yang
bermaksud menyampaikan kritik atau pendapat terhadap Pemerintah, di mana
hal itu merupakan hak konstitusional yang dijamin oleh UUD 1945, akan
dengan mudah dikualifikasikan oleh penguasa sebagai pernyataan “perasaan
permusuhan, kebencian, atau penghinaan” terhadap Pemerintah sebagai
akibat dari tidak adanya kepastian kriteria dalam rumusan Pasal 154
maupun 155 KUHP tersebut untuk membedakan kritik atau pernyataan
pendapat dengan perasaan permusuhan, kebencian, ataupun penghinaan.
Pasal 154 dan Pasal 155 KUHP tidak menjamin adanya kepastian hukum dan
secara tidak proporsional menghalang-halangi kemerdekaan untuk
menyatakan pikiran dan sikap serta kemerdekaan untuk menyampaikan
pendapat sehingga bertentangan dengan Pasal 28, Pasal 28E ayat (2) dan
ayat (3) UUD 1945. MK memutuskan bahwa Pasal 154 dan Pasal 155 KUHP
tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Sedangkan terhadap Pasal 160,
Pasal 161, Pasal 207, dan Pasal 208 KUHP MK menyatakan tidak memiliki
kaitan dengan kerugian konstitusional yang diderita pemohon. Dalam
perkara Nomor 7/PUU-VII/2009, pemohon mengajukan pengujian Pasal 160
KUHP mengenai tindak pidana penghasutan. MK menyatakan bahwa dalam pasal
itu nilai hukum yang hendak dilindungi adalah memberikan perlindungan
hukum kepada masyarakat dari perbuatan menghasut supaya orang lain
melakukan perbuatan pidana, menghasut orang supaya melakukan kekerasan
terhadap penguasa umum, atau tidak menuruti perintah Undang -Undang atau
perintah jabatan. Unsur-unsur pidana yang dikandung dalam pasal 160
walaupun bersifat lentur, namun sifatnya universal, artinya unsur-unsur
tersebut lazim berlaku di negara yang menganut supremasi hukum. Meskipun
demikian, dalam penerapannya, Pasal 160 KUHP harus ditafsirkan sebagai
delik materiil dan bukan sebagai delik formil. Oleh karena itu MK
menyatakan Pasal 160 KUHP konstitusional bersyarat, yaitu harus
diberlakukan sebagai delik materiil sehingga harus ada tindak pidana
yang disebabkan oleh penghasutan dimaksud.
Dalam
perkara Nomor 14/PUU-VI/2008, diajukan pengujian terhadap Pasal 310
ayat (1) dan ayat (2), Pasal 311 ayat (1), Pasal 316, dan Pasal 207. MK
berpendapat bahwa ketentuan pasal-pasal itu berfungsi untuk melindungi
kehormatan sebagai salah satu fungsi hukum. Pasal 28G UUD 1945 juga
dengan tegas mengakui bahwa kehormatan, demikian pula martabat, sebagai
hak konstitusional dan oleh karenanya dilindungi oleh konstitusi. Pasal
310 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 311 ayat (1) KUHP adalah
pengejawantahan dari pembatasan itu, sekaligus pengejawantahan dari
kewajiban negara untuk melindungi dan menjamin penghormatan terhadap
setiap hak konstitusional yang ditegaskan dalam UUD 1945. MK mengakui
bahwa delik penghinaan yang seringkali dijatuhkan kepada warga negara
Indonesia yang menggunakan hak konstitusionalnya untuk menyatakan
pikiran dan pendapat, serta mereka yang melakukan aktivitas
penyebarluasan informasi. Di samping itu juga, ketentuan tersebut mudah
disalahgunakan oleh mereka yang tidak menyukai kemerdekaan menyatakan
pikiran dan pendapat, kebebasan berekspresi, dan kebebasan pers. Namun
menurut MK hal itu merupakan argumentasi yang mempersoalkan penerapan
norma, bukan mempersoalkan konstitusionalitas norma. Kelemahan atau
kekurangan yang terjadi dalam proses penerapan norma tidaklah benar jika
diatasi dengan jalan mencabut norma itu. MK menyatakan bahwa
pasal-pasal tersebut tidak bertentangan dengan UUD 1945.
Dari beberapa putusan MK di atas terdapat ciri umum pertimbangan hukum yang berujung pada putusan mengabulkan, yaitu;
Pertama, ketentuan pidana yang berlaku khusus untuk melindungi negara atau pejabat negara sehingga menimbulkan diskriminasi;
Kedua, ketentuan pidana dimaksud bersifat
sangat lentur sehingga dapat digunakan untuk melindungi kepentingan
pejabat dengan cara melanggar kebebasan berpendapat dan menyatkan
pikiran serta keyakinan;
Ketiga, apabila ketentuan dimaksud
dicabut, tidak akan merugikan masyarakat luas karena masih terdapat
ketentuan lain yang dapat digunakan untuk melindungi hak sebagai pribadi
maupun sebagai pejabat.
Terhadap ketentuan yang sudah pernah
diajukan pengujian ke MK masih terbuka peluang untuk diajukan kembali.
Hal itu berdasarkan ketentuan Pasal 42 PMK Nomor 06/PMK/2005 sebagai
berikut.
(1) Terhadap materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dalam UU yang telah diuji, tidak dapat dimohonkan pengujian kembali.
(2) Terlepas dari ketentuan ayat (1)
diatas, permohonan pengujian UU terhadap muatan ayat, pasal, dan/atau
bagian yang sama dengan perkara yang pernah diputus oleh Mahkamah dapat
dimohonkan pengujian kembali dengan syarat-syarat konstitusionalitas
yang menjadi alasan permohonan yang bersangkutan berbeda.
Agar memenuhi ketentuan dimaksud,
permohonan pengujian ulang dimungkinkan jika dilakukan oleh pihak yang
berbeda, dengan kasus berbeda, dan landasan konstitusional yang
dirugikan berbeda. Jika dalam perkara nomor 14/PUU-VI/2008 yang
digunakan sebagai alasan kerugian konstitusional adalah Pasal 27 ayat
(1), Pasal 28E ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 28F, untuk kasus ICW
misalnya dapat digunakan Pasal 28C ayat (2) yang menyatakan “ Setiap
orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara
kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.” Selain itu
dapat digunakan pula prinsip kedaulatan rakyat yang diatur dalam Pasal 1
ayat (2) UUD 1945 sebagai dasar partisipasi warga negara dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Alasan tersebut dapat diperkuat dengan
jaminan hak dalam UU HAM dan berbagai instrumen internasional yang
melindungi hak berpartisipasi dalam pemerintahan dan pembangunan,
menyampaikan masukan dan usulan.
Pengujian terhadap Pasal 310 KUHP
sebaiknya dilakukan beserta pasal-pasal lain yang terkait dengan
pencemaran nama baik, yaitu mulai Pasal 310 sampai dengan Pasal 316
KUHP.
Dalam pokok perkara, yang cukup berat
adalah membangun argumentasi bahwa pasal-pasal penghinaan atau
pencemaran nama baik bertentangan dengan hak konstitusional warga
negara. Hal itu terjadi karena ketentuan pidana pencemaran nama baik itu
ditujukan untuk melindungi martabat dan kehormatan setiap orang, bukan
hanya pejabat atau institusi negara. Jika ketentuan dimaksud
dihilangkan, maka hilang pula ketentuan yang melindungi martabat dan
kehormatan setiap orang.
Pengertian pencemaran nama baik atau
penghinaan memang sangat luas, tidak hanya menuduhkan atau menyangkakan
seseorang melakukan sesuatu yang buruk, padahal tidak demikian halnya,
tetapi juga bahkan jika seseorang tersebut benar-benar melakukannya.
Terhadap argumentasi MK bahwa kerugian
yang diakibatkan oleh pasal pencemaran nama baik adalah karena alasan
penerapan norma dapat diimbangi dengan argumentasi sebagai berikut:
a) Bahwa perumusan norma hukum yang baik
harus menjaga agar norma itu sendiri tidak dapat disalahgunakan untuk
kepentingan lain selain dari tujuan pembuatan norma itu sendiri. Oleh
karena itu harus diterapkan prinsip lex stricta. Pada saat suatu norma
sering disalahgunakan dalam penerapannya untuk melanggar hak
konstitusional warga negara, maka sumber pelanggaran hak konstitusional
dimaksud adalah pada rumusan norma itu sendiri, walaupun dari sisi
tujuan norma tidak bertentangan dengan UUD 1945.
b) Bahwa ketentuan Pasal 310 KUHP telah
sering digunakan untuk melanggar hak konstitusional warga negara dalam
menyatakan pendapat, menyampaikan informasi, memperjuangkan hak
kolektif, serta berpartisipasi dalam pemerintahan. Apalagi setelah MK
membatalkan pasal-pasal penghinaan Presiden dan pejabat umum, serta
pasal-pasal hatzai artikelen, Pasal 310 KUHP selalu digunakan untuk
melanggar hak konstitusional dimaksud.
c) Bahwa pengertian pencemaran nama baik
atau penghinaan sudah waktunya dibatasi dengan pernyataan tentang
kondisi atau perbuatan seseorang untuk diketahui umum, padahal yang
bersangkutan tidak dalam kondisi dimaksud atau tidak pernah melakukan
perbuatan dimaksud. Dengan pengertian tersebut, masih terdapat
perlindungan terhadap martabat seseorang.
d) Oleh karena itu Pasal 310 sampai Pasal
316 KUHP harus dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak
memiliki kekuatan hokum mengikat. Sedangkan untuk melindungi martabat
dan nama baik seseorang dari tuduhan atau sangkaan yang tidak benar
dapat digunakan Pasal 317 dan
Pasal 318 KUHP.
Alternatif lain adalah mengajukan
permohonan agar Pasal 310 hingga Pasal 316 KUHP dinyatakan
konstitusional bersyarat, sepanjang kata “kehormatan atau nama baik
seseorang” tidak mencakup kehormatan atau nama baik institusi atau
lembaga negara atau pemerintahan, jabatan tertentu dan pejabatnya, serta
pegawai negeri. Pasal 310 hingga Pasal 316 hanya berlaku untuk
pencemaran nama baik pribadi seseorang dan bukan jabatan yang disandang.
Sedangkan untuk institusi atau lembaga, pejabat, atau pegawai negeri,
diberlakukan Pasal 317 dan Pasal 318 KUHP. Dengan penggunaan Pasal 317
dan Pasal 318 KUHP harus dibuktikan dulu bahwa laporan, tuduhan, atau
sangkaan yang disampaikan adalah tidak benar atau palsu. Hal ini akan
menjaga upaya kriminalisasi kebebasan berpendapat dan berpartisipasi
dalam pemerintahan melalui penyampaian kritik atau laporan dengan maksud
agar kritik itu dihentikan atau laporan itu tidak ditindaklanjuti.
Apabila ketentuan Pasal 310 hingga Pasal 316 KUHP dinyatakan
konstitusional bersyarat, maka khusus untuk Pasal 312 angka (2) harus
dibatalkan karena secara khusus mengatur tentang pencemaran nama baik
terhadap pegawai negeri.
Saya Atas nama PAK YAYAT ingin berbagi cerita kepada anda semua bahwa saya yg dulunya cuma seorang TKW di MALAYSIA jadi buru sawit yg gajinya tidak mencukupi keluarga di kampun,jadi TKW itu sangat menderita dan di suatu hari saya duduk2 buka internet dan tidak di sengaja saya melihat komentar orang tentan AKI SOLEH dan katanya bisa membantu orang untuk memberikan nomor yg betul betul tembus dan kebetulan juga saya sering pasan nomor di malaysia,akhirnya saya coba untuk menhubungi AKI SOLEH dan ALHAMDULILLAH beliau mau membantu saya untuk memberikan nomor,dan nomor yg di berikan AKI SOLEH 100% tembus MAGNUM (4D) <<< 7 8 2 3 >>> saya menang togel (185,juta) meman betul2 terbukti tembus dan saya sangat bersyukur berkat bantuan AKI SOLEH kini saya bisa pulang ke INDONESIA untuk buka usaha sendiri,,munkin saya tidak bisa membalas budi baik AKI SOLEH sekali lagi makasih yaa AKI dan bagi teman2 yg menjadi TKW atau TKI seperti saya,bila butuh bantuan hubungi saja AKI SOLEH DI 082-313-336-747- insya ALLAH beliau akan membantu anda.Ini benar benar kisah nyata dari saya seorang TKW trimah kasih banyak atas bantuang nomor togel nya AKI wassalam.
BalasHapusKLIK DISINI BOCORAN DUKUN TOGEL 2D 3D 4D 5D 6D HARI INI