Seringkali sengketa lahan antara rakyat dan negara dimana negara tidak berdaya dalam menyelesaikan kasus sengketa tanah di berbagai daerah, apalagi penanganan kasus kemudian menimbulkan konflik dan korban jiwa.
Kita tahu bahwa sumber masalah sengketa lahan selama ini karena saling klaim milik masyarakat dan negara. Kasus itu sekaligus menjadi isu seksi dan tidak ada habisnya.
Saat kasus tanah dipolitisasi untuk kepentingan pencitraan untuk pemilihan kepala desa, pemilukada, pemilu legislatif, hingga pilpres, penyelesainnya semakin kabur.
Contoh kasus sengketa lahan bekas perkebunan Kalibakar PTPN XII di Kabupaten Malang. Warga sekitar perkebunan kakao meliputi Kecamatan Dampit, Tirtoyudo dan Ampelgading menduduki lahan sejak bergulirnya raformasi 1998 hingga sekarang.
Ironisnya, setelah warga mengolah lahan itu justru selanjutnya disewakan bahkan dijual ke pihak lain. Penggarap pun beralih ke tuan tanah. Warga setempat tetap hidup miskin, menjadi penggarap.
Akibatnya muncul persoalan lingkungan, konflik sosial dan kesenjangan. Lahan yang dulunya berfungsi sebagai resapan air, kini ditanami tanaman semusim.
Itu sebabnya bencana tanah longsor kerap melanda kawasan setempat saban tahun. Kekerasan terhadap penggarap lahan juga sering terjadi karena semua orang merasa berhak atas tanah tersebut.
Konflik antarwarga mengarah premanisme dalam contoh kasus ketika ada tanaman cabai menjelang panen, orang lain juga merasa berhak memanen cabai itu kendati tidak turut menanam. Pasalnya tanaman berada di tanah negara.
Pada 2007, kasus sengketa lahan di Alastlogo, Kabupaten Pasuruan, antara warga dan TNI-AL menimbulkan korban jiwa.
Banyak sengketa tanah sulit diselesaikan di pengadilan, dan prosesnya panjang karena munculnya tekanan unjukrasa. Kasus sengketa lahan pun kian marak.
"Di lembaga peradilan banyak kasus yang menumpuk, dan berlarut-larut," tegasnya.
Padahal dalam hukum acara peradilan berasaskan sederhana, cepat, murah. Namun yang terjadi hingga sekarang, justru sebaliknya.
Sehingga diperlukan jalan keluar untuk mengatasi masalah tersebut diantaranya dengan dibentuknya peradilan tersendiri untuk menyidangkan kasus sengketa tanah. Setidaknya sistem peradilan untuk menyelesaikan kasus itu harus dibenahi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Nama :
Kota :
Pertanyaan: